DI mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Meski berasal dari komunitas Sunda, Paguyuban Lembur Kuring Kalteng tidak melupakan atribut-atribut asli Dayak dalam perjalanannya bernapak tilas.
Para anggota pria mengenakan topi lawung, topi khas Oloh Itah, selama pertemuan dengan para pejabat di berbagai kota di Jawa Barat.
“Jangan lupa pakai lawung (saat pertemuan dan mengunjungi situs-situs sejarah),” pesan Pembina Paguyuban Lembur Kuring Kalteng Anton Charliyan pada rombongan saat berada di atas bus dalam perjalanan dari Bandara Soekarna-Hatta menuju Bandung.
Padu padan kolaborasi busana dua suku tersebut terlihat dalam setiap kesempatan formal. Misalnya saat bertemu Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf di Lembang, Wakil Ketua Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) R Moch Achmad Wiratmaja di Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang, dan Sekda Kota Tasikmalaya Tio Indra Setiadi di Aula Pemko Tasikmalaya.
Tidak hanya lawung, “oleh-oleh” yang diberikan anggota paguyuban juga khas Dayak, seperti sumpit, mandau, kapal dari getah nyatu, sampai tanaman obat kuat pasak bumi.
“Pasak bumi bisa meningkatkan vitalitas kaum pria. Bapak-bapak yang berminat, silakan, stok masih tersedia,” kata Anton Charliyan di aula Pemko Tasikmalaya.
Mendengar manfaat kegunaan pasak bumi, warga pun berebut mendapatkan tanaman obat kuat asal Kalimantan yang kini sayangnya telah dipatenkan oleh orang Amerika Serikat itu.
“Selain tetap melestarikan kebudayaan Sunda, kami juga ingin menjunjung kebudayaan Dayak tempat kami berpijak,” terang pria yang kini menjabat Wakapolda Kalteng itu.
Karena itu, ungkapnya, selain memakai seragam Sunda, mereka juga mengenakan lawung sebagai identitas Dayak.
“Saya sebagai Pembina Paguyuban Lembur Kuring Kalteng mengharapkan setiap orang Sunda yang menetap dan bekerja di Kalteng ikut berusaha memajukan Kalteng,” saran mantan Kapolwil Priangan itu.
Wakil Ketua Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) R Moch Achmad Wiratmaja juga merasa bangga dengan kehadiran rombongan Paguyuban Lembur Kuring Kalteng di Sumedang. Menurutnya, hal itu menjadi bukti masyarakat Sunda di luar daerah masih mencintai daerah asalnya.
“Sumedang baru pertama kali kedatangan Paguyuban Lembur Kuring dari provinsi lain. Bisa jadi ini juga merupakan yang pertama di Jawa Barat,” ucap pria berdarah biru itu.
R Moch Achmad Wiratmaja berharap napak tilas mampu memberikan pengetahuan dan informasi tentang situs sejarah dan objek wisata di Jabar.
“Siapa lagi yang akan melestarikan budaya Sunda kalau bukan kita sendiri,” katanya.
Juru Adat Paguyuban Lembur Kuring Kalteng Dedy Setiabudi menegaskan, tujuan rombongan datang ke Museum Geusan Ulun adalah untuk melihat benda-benda pusaka yang tersimpan rapi.
“Ini merupakan bagian dari napak tilas kita ke situs-situs bersejarah,” jelas mantan Kapolres Kapuas dan Barsel yang kini menjabat Wadir Samapta Polda Kalteng itu. (bersambung)
4H3 KPFM Kalteng Pos.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar