Rabu, 09 Februari 2011

Diskusi Politik bersama Akbar Tanjung di Redaksi Kalteng Pos (sub) Kebebasan Pers Perlu, Pembenahan Sistem Politik Mutlak


Usai menghadiri pengukuhan pengurus wilayah KAHMI Kalteng, Wakil Ketua Penasihat KAHMI Nasional Dr Ir H Akbar Tanjung menyempatkan berkunjung ke Gedung Biru Kalteng Pos. Mantan Ketua DPR RI periode 1999-2011 itu berdiskusi politik dengan jajaran redaksi Kalteng Pos. Berikut sekilas simpulan diskusi selama sekitar 1 jam tersebut.


KUNJUNGAN tokoh politik sekaliber Akbar Tanjung tentu saja disambut hangat oleh semua karyawan dan manajemen Kalteng Pos. Dengan tutur kata datar, mantan aktivis 66 itu menyampaikan seputar perkembangan pers dan demokrasi pascaruntuhnya rezim orde baru.
Menurut Akbar, kebebasan pers menjadi salah satu penyokong utama kondisi perpolitikan. Bahkan, lanjut dia, tidak heran apabila sebenarnya permasalahan-permasalahan yang dibicarakan kalangan politikus merupakan agenda dari media massa.
Akbar mengaku tidak pernah merasa terusik dengan kebebasan pers yang luar biasa sekarang ini. Namun, dia juga tidak rela apabila harus menjadi korban dari kebebasan pers yang kebablasan.
Pada dasarnya sistem demokrasi yang dianut negara kita adalah check dan balance. Apabila terjadi permasalahan dengan pers, tentu ada upaya-upaya yang bisa ditempuh. Yang pernah saya alami dahulu adalah dengan mengadukannya ke lembaga berwenang,” kata Akbar Tanjung yang didampingi sejumlah pengurus KAHMI Nasional dan Kalteng.
Lebih lanjut Akbar mengatakan, sistem demokrasi dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara bukanlah sistem terbaik. Namun, hingga sekarang belum ada sistem yang lebih baik dari sistem ini.
Dikatakan Akbar, mutu sistem demokrasi suata negara sangat ditentukan oleh kondisi kehidupan partai-partai politik di negara tersebut.Di negara-negara maju, kehidupan politiknya tentu lebih dinamis dan dewasa.
Kondisi itu sangat jauh berbeda dengan kondisi partai-partai politik di Indonesia. 
“Secara ideal, parpol ke depannya tidak sekadar melahirkan pemim­pin yang menduduki jabatan-jabatan publik atau politik saja, namun harus pula mampu menjalankan peran ka­derisasi agar mampu melahirkan para pemimpin yang berkualitas,” ujar Akbar.
Namun, saat ini, keluh Akbar, umumnya parpol hanya menggalakkan fungsi perekrutan kader untuk menduduki jabatan-jabatan politik tanpa diimbangi kaderisasi maksimal.
Akibatnya, kata Akbar, para politikus yang mendu­duki jabatan politik atau publik di pemerinta­han lebih banyak diambil dari luar partai, bukan orang-orang yang sejatinya dilatih dan dididik melalui mekanisme pengaderan partai.
“Orang-orang luar partai itu membayar untuk mendapatkan jabatan-jabatan penting dan strategis,” ungkapnya.
Selain harus melakukan kaderisasi, parpol juga harus memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat agar nantinya tidak menjadi alat kepentingan para pengejar kekuasaan.
"Yang terjadi sekarang para elite parpol bukannya men­didik rakyat, tetapi  mengelabuhi rakyat," tukas Akbar yang pernah beberapa kali menjabat menteri ini.
Dia mengingatkan, siapa pun yang masuk parpol sebaiknya karena motivasi mengabdi.
“Sekarang terbalik. Masuk partai bukannya berjuang, melainkan untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Harus ada reformasi parpol. Cari kader-kader yang memiliki komitmen terhadap janjinya, bukan sekadar kader yang asal-asalan,” kecamnya. Dengan begitu transaksi politik akan makin kuat,” tuturnya.
Lebih jauh diungkapkan Akbar, selain miskin kader, permasalahan serius yang perlu dibenahi di dunia politik adalah maraknya poli­tik transaksional.
“Akibatnya, jual beli jabatan politik kini marak terjadi karena tidak optimalnya kaderisasi di partai,” ujar Akbar seraya berujar perubahan sistem politik ke arah yang lebih bagus dan dewasa merupakan proses yang harus dilalui oleh bangsa ini di masa-masa mendatang. (*/iah/dep/tur)

By:4H3 kpfm......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar